Untuk dapat mengklaim wilayah di luar garis 200 mil laut ini diperlukan informasi berupa data ketebalan sedimen yang didapat dari intrepretasi profil sedimen yang didapat melalui survey seismik multichannel. Sesuai dengan prosedural yang telah ditetapkan, pemerintah Indonesia wajib menyerahkan data ketebalan sedimen pada saat melakukan submisi kepada the Commisison on the limits of Continen Shelf (CLCS).
Maka dalam paper ini akan menjelaskan tentang survei seismik dengan menggunakan wahana, kapal Baruna Jaya II yang tujuannya mendapatkan profil seismik untuk mengukur ketebalan sedimen dalam rangka klaim landas kontinen indonesia. Sebagai studi kasus penerapan teknologi survei sesimik ini telah dilakukan di Perairan Barat Laut Aceh.
Kata kunci : Landas kontinen, survei seismik multichannel, data ketebalan sedimen, profil seismik
Pengantar
Sebagai negara kepulauan, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi Hukum Laut Internasional, UNCLOS (United Nations Covention on the Law of the Sea) sejak diterbitkannya Undang-undang no. 17 tahun 1985. Dengan diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan yang utuh sesuai pada Bab IV UNCLOS 1982, tentang Prinsip-prinsip dan ketentuan Hukum Internasional yang melandasi suatu negara kepulauan dipandang sebagai sesuatu kesatuan wilayah negara yang utuh, Pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan untuk menambah batas wilayah terluarnya sesuai dengan UNCLOS 1982, pasal 76, yaitu negara pantai mempunyai kesempatan untuk melakukan submisi untuk menentukan batas terluar landas kontinen lebih dari 200 mil laut.
Dasar Hukum
Dasar hukum untuk penentuan batas terluar landas kontinen adalah pasal 76, UNCLOS 1982 yang berbunyi sebagai berikut :
- Landas kontinen suatu Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
- Landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4 hingga 6.
- Tepian kontinen meliputi kelanjutan bagian daratan negara pantai yang berada di bawah permukaan air, dan terdiri dari dasar laut dan tanah di bawahnya dari dataran kontinen, lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup dasar samudra dalam dengan bukit-bukit samudera atau tanah di bawahnya.
- (a) Untuk maksud konvensi ini, Negara pantai akan menetapkan pinggiran luar tepian kontinen dalam hal tepian kontinen tersebut lebih lebar dari 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur atau dengan :
(i). Suatu garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk pada titik-titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dan kaki lereng kontinen; atau
(ii) suatu garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk pada titik-titik tetap yang terletak tidak lebih dari 60 mil laut dari kaki lereng kontinen.
(b) Dalam hal tidak terdapatnya bukti yang bertentangan, kaki lereng kontinen harus ditetapkan sebagai titik perubahan maksimum dalam tanjakan pada kakinya.
- Titik-titik tetap yang merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut, yang ditarik sesuai dengan ayat 4(a)(i) dan (ii), atau tidak akan boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur atau tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu suatu garis yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
- Walaupun ada ketentuan ayat 5, pada bukit-bukit dasar laut, batas luar landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorial diukur dengan cara. Ayat ini tidak berlaku bagi elevasi dasar laut yang merupakan bagian-bagian alamiah tepi kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar (banks), dan puncak gunung yang bulat (spurs) nya.
- Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinennya dimana landas kontinen itu melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorial dengan cara menarik garis-garis lurus yang tidak melebihi 60 mil laut panjangnya, dengan menghubungkan titik-titik tetap, yang ditetapkan dengan koordinat lintang bujur.
- Keterangan mengenai batas-batas landas kontinen di luar 200 mil laut dari garis pangkal darimana laut teritorial diukur harus disampaikan oleh Negara pantai kepada Komisi Batas-batas Landas Kontinen (CLCS) yang didirikan berdasarkan lampiran II atas dasar perwakilan geografis yang adil. Komisi ini harus membuat rekomendasi kepada Negara pantai mengenai masalah yang bertalian dengan penetapan batas luar landas kontinen mereka. Batas-batas landas kontinen yang ditetapkan oleh suatu Negara pantai berdasarkan rekomendasi-rekomendasi ini adalah tuntas dan mengikat.
- Negara pantai harus mendepositkan pada Sekretaris Jenderal PBB peta-peta dan keterangan yang relevan termasuk data geodesi yang secara permanen menggambarkan batas luar landas kontinennya. Sekeretaris Jenderal harus mengumumkan peta-peta dan keterangan tersebut sebagaimana mestinya.
- Ketentuan pasal ini tidak boleh mengurangi arti masalah penetapan batas landas kontinen antara Negara-negara yang berhadapan atau berdampingan.
Gambar 1. Area landas kontinen
Area Survei
Berdasarkan ketentuan UNCLOS, pasal 76 pada tahun 2010 ini, Bakosurtanal mempunyai agenda untuk melakukan survei seismik di perairan barat aceh untuk memverifikasi data survei sesimik yang pernah dilakukan pada tahun 2006 dengan menggunakan kapal riset Sonne Germany. Oleh karena itu dilakukanlah survei seismik pada tanggal 20 januari – 18 februari 2010, dengan menggunakan kapal riset Baruna Jaya II yang dikelola BPPT,. Survei seismik ini dilakukan sesuai dengan jalur yang telah ditetapkan (gambar 1).
Survei dilakukan selama 24 jam perhari. Untuk menghindari overheating dari kompresor, survei harus berhenti setiap 5 jam. Proses pendinginan kompresor ini berlangsung selama 2 jam. Berdasar pada rencana survei, 3 hari pertama digunakan untuk scouting area survei, hal ini bertujuan untuk memastikan area survei bersih dari gangguan. Akan tetapi berdasar pengalaman dan informasi mengenai daerah survei, pelaksanaan scuoting dibatalkan untuk mendapatkan hari survei yang efektif.
Gambar 2. Area rencana lintasan survei seismik
Wahana dan Peralatan
Survei dilakukan dengan akuisisi data seismik refleksi laut 2D, yaitu memetakan geologi bawah laut. Seismik refleksi adalah metoda geofisika menggunakan gelombang elastis yang dipancarkan oleh suatu sumber getar dalam hal ini menggunakan sumber getar berupa air gun. Gelombang bunyi yang dihasilkan dari ledakan air gun tersebut menembus sekelompok batuan di bawah permukaan yang dan dipantulkan kembali ke atas permukaan melalui bidang reflektor yang berupa batas lapisan batuan. Gelombang pantul ini akan diterima oleh sensor yang berupa hydrophone kemudian diteruskan ke media perekaman. Hydrophone terdiri atas kristal piezoelektrik yang terdeformasi oleh perubahan tekanan air sehingga menghasilkan beda potensial listrik.
1. Wahana
Survei dilaksanakan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya II (lihat gambar 3) yang dikelola oleh Balai Teknologi Survei Kelautan–BPPT yang dilengkapi dengan peralatan seismik refleksi multichannel dan single beam echosounder untuk pengukuran bathimetri.
Gambar 3. Kapal Riset Baruna Jaya II yang dikelola Balai Teksurla-BPPT dilengkapi instrumen seismik refleksi multichannel (240 channels)
Berikut merupakan informasi dan data fisik Kapal Riset Baruna Jaya II, adalah sebagai berikut:
- Nama Kapal : KR Baruna Jaya II
- Negara : Indonesia
- Owner : Agency for Assessment and Application of Technology, Technology Center for Marine Survey
- Konstruksi : Hull Carbon Steel (Marine Use)Superstructure Marine Aluminium
- LOA : 60.00 m
- Moulded Breadth : 11.50 m
- Maximum Draft : 4.00 m + 0.5 m
- Gross Tonnage : 1189 tons
- Cruise Speed Max : 10 knots
2. Peralatan
Pada kapal Baruna Jaya II, komponen peralatan survei seismik terdiri dari 3 sistem, yaitu :
- Navigasi sistem : terdiri dari GPS F- 185, navigasi software Hydro-pro, seismik navigasi software Triger Fish, dan RTK – GPS (Real Time Kinematik) sistem untuk memonitor tailbuoy sistem pada kabel streamer dan posisi gun arrays.
- Source sistem : terdiri dari 4 bagian, yakni Kompresor, Distribusi Udara (Air Distribution), Pelepas Energi (Gun), program aplikasi BigShot Controller® dari Real Time Systems, Inc. dan Pengontrol pelepasan energi (Gun Controller).
- Recording sistem : terdiri dari Workstation (SUN Microsystem Sun Blade 2500), Seal Launcher untuk memonitor dan control pada saat seismik recording. Komponen recording yaitu Sercel 408XL (kapasitas 960 channel), Bird controller Geospace, dan hydrophone streamer 120 Channel (1500 m).
2.1 Posisi dan Navigasi
Pada sistem navigasi dipergunakan beberapa macam peralatan, hal ini bertujuan untuk meningkatkan presisi, akurasi jalur kapal dalam kaitannya dengan posisi receiver GPS, posisi recording source dan posisi shooting. Sistem navigasi ini mempunyai koneksivitas dengan echosounder ELAC LAZ 407. Data kedalaman direkam setiap 25 meter dengan parameter geodesi sebagai berikut :
- Ellipsoid : WGS 84
- Sistem Proyeksi : Universal Transverse Mercator zone 46 N
- False Easting : 500.000
- False Northing : 10.000.000
- Meridian Tengah : 93o
- Faktor Skala : 0.9996
- Semi Major Axis : 6378137.00
- Inverse Flatterning : 298.2572236
Peralatan navigation and positioning system yang digunakan pada survei seismik ini adalah:
1. DGPS
Menggunakan differensial GPS sistem, dengan langsung menerima koreksi posisi dari stasiun terdekat
Manufacturer : C&C Technologies
Model: C-Nav, ketelitian sampai sub-meter
Software: Star Util XP
RTCM Link: RTCM Ver. 2.2
Available Reference Station: Jakarta, Darwin, Bangkok, Singapore
SN: 14747
Gambar 4. Sistem DGPS C-Nav
2. GPS Gyro
Untuk penentuan posisi dan arah heading kapal
Manufacturer : Hemisphere GPS
Model : Crescent VS100
Data Link : NMEA
PN : 803-3015-000#
SN : 0827-7611-0032
Gambar 5. GPS Gyro hemisphere
3. rGPS
Memberikan informasi posisi pelampung, air gun, dan tailbuoy
Manufacturer : Seamap
Model : Buoylink Ex GPS Tracking System, ketelitian sampai submeter
Location : Tailbuoy + Gun Floats
Software : RTKNav, Buoylink Ex Gate/Demultiplexer
Gambar 6. rGPS seamap pada tailbuoy
4. Gyro Compass
Untuk menentukan arah heading kapal
Manufacturer : Raytheon Anschutz Gmbh
Model : Gyro Compass Standard 20
Data Link: NMEA
Minimum Distance to Magnetic Compass : 0.45 m
Steering : 0.30 m
SN : 110-222 0897
Repeater : BSH/46/33G/94
Gambar 7. Gyro Compass sistem
5. Singlebeam Echosounder
Memberikan informasi data kedalaman
Manufacturer : Honeywell Elac Nautic Gmbh
Model : LAZ-4700/STG-721
Frequency : 12/200 kHz
Sound Velocity : 1500 m/s
Draft Corrected : 3.7 m
SN : 53 632 8013
Gambar 8. Singlebeam Echosounder LAZ 721 dan STG721C
6. Integrated Navigation System
Manufacturer : Quest Geo Solutions Ltd.
Software : Triggerfish 2D, Ver. 1.5.6 Build 1619
Time Reference : GPS Clock
Output : UKOOA P2/94, P1/90
Gambar 9. Triggerfish software
7. Navigation Data Processing
Manufacturer : Quest Geo Solutions Ltd.
Software : Geometis MX, Ver. 1.14.2 Build 1578
Output : UKOOA P1/90, SPS
Gambar 10. Geometis MX software
2.2 Source system
Source System terdiri dari 4 bagian, yakni kompressor, distribusi udara (Air Distribution), pelepas energi (Gun) dan pengontrol pelepasan energi (Gun Controller) yang dioperasikan dengan aplikasi BigShot Controller dari Real Time System, Inc.
Gambar 11. Source system pada K/R Baruna Jaya II
Unit Kompressor menghasilkan udara bertekanan tinggi, dimana udara bertekanan tinggi ini dialirkan ke Gun melalui Air Distribution Unit. Kemudian tekanan udara yang mengalir masuk ke unit Gun. Pada survei seismik, umumnya tekanan yang dipakai adalah 2000 psi, sedangkan volume udara yang dilepaskan melalui Gun ditentukan berdasarkan jenis kebutuhan survei seismik. Waktu pelepasan energi diatur oleh Gun Controller. Pada Gun Controller juga disuply power untuk masing masing sensor pada Gun Array seperti Depth Sensor, Hydrophone, dan Gun.
2.3 Konfigurasi Digital Recording System
Peralatan In Sea adalah peralatan recording yang terletak di laut ketika dioperasikan. Peralatan utama recording adalah streamer. Streamer merupakan kabel dirancang khusus sebagai sensor sinyal seismik yang dihasilkan oleh gelombang pantul dari sumber getaran yaitu sistem source. Streamer disusun dari beberapa subkomponen yang saling terangkai. Berikut ini adalah deskripsi singkat tentang komponen-komponen yang terangkai pada streamer.
Gambar 12. Kabel Streamer
a. Tail Buoy
Pada wahana ini dapat dilengkapi dengan GPS maupun lampu flash.
Gambar 13. Tail Buoy
b. Bird dan Retriever
Peralatan yang berfungsi untuk mengatur kedalaman ALS(Acquisition Line Section). Peralatan ini dipasang tepat pada coil/kumparan yang terdapat pada ALS atau pada bagian HESE(Head Elastic Stretch-section Extender). HESE adalah bagian yang menghubungkan aktif streamer dengan lead in kapal. Pemasangan antar bird pada streamer biasanya setiap 300 m. Bird ini dikendalikan oleh aplikasi Geospace Navigator(TM) yang terdapat pada workstation bird navigator.
Gambar 14. Bird dan kegiatan pemasangan bird pada streamer
Untuk beberapa bird juga dilengkapi dengan retriever, yang berfungsi sebagai pelampung darurat yang akan mengembang otomatis jika kedalaman streamer lebih dari 50 meter dan membuat streamer menjadi terapung.
Peralatan On board adalah peralatan yang terletak di dalam kapal ketika survei seismik dioperasikan. Terdiri atas beberapa komponen peralatan, yaitu :
i. Control Module
Peralatan ini bertugas untuk mengkoordinasikan fungsi peralatan recording lainnya, proses perekaman, serta sebagai gateway utama koordinasi dengan subsistem seismik yang lain (navigasi dan source). Control module yang digunakan adalah 408XL, produksi Sercel.
Gambar 15. Control Module
ii. HCI
HCI atau Human Control Interface merupakan komputer khusus yang didedikasikan sebagai antarmuka untuk mengendalikan peralatan recording, termasuk peralatan in sea, serta memantau proses perekaman (recording). Sistem operasi yang digunakan komputer ini adalah Sun OS. Aplikasi yang digunakan yaitu Seal System versi 5.2
Gambar 16. Workstation HCI dan Aplikasi seal
iii. PRM
Komponen ini berupa komputer khusus berfungsi sebagai pengelola raw data (data awal) yang telah direkam. Data hasil yang telah direkam oleh control module kemudian akan diolah menjadi data dengan format SEG-D(Society of Exploration Geophysicists-Data), setelah itu akan disimpan ke dalam tape dan storage buffer. Tipe komputer yang difungsikan sebagai PRM adalah Sun Blade 2500 series. Sistem operasi komputer ini menggunakan Linux. Komputer ini dapat dikendalikan dari HCI.
Gambar 17. PRM
iv. E-SQC
E-SQC adalah sebuah komputer yang terdapat aplikasi untuk pengendalian kualitas (quality control) data hasil perekaman. Kendali kualitas diperlukan agar jika terjadi kesalahan atau penurunan kualitas data, dapat segera diambil langkah perbaikan. Kendali kualitas juga diperlukan untuk pemroses data sebagai referensi bantu dalam pengolahan data. Di sebut E-SQC karena aplikasi yang digunakan adalah E-SQC. komputer ini terhubung dengan PRM. Sistem opearasi yang digunakan adalah RedHat linux.
Gambar 18. Tampilan per-shot point dan tampilan single channel
v. Storage Buffer dan Tape Driver
Peralatan ini, sesuai dengan namanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan data. Hasil perekaman. Storage Buffer pada dasarnya berupa hard disk dengan kapasitas hingga 3 terabyte, diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan data sementara sebelum dipindahkan ke tape. Tape drive berupa peralatan elektronik khusus yang berfungsi untuk membaca dan menulis data pada tape. Peralatan ini terhubung pada PRM, namun dapat dikendalikan oleh HCI.
Gambar 19. Storage buffer, Tape drive (kiri) dan Hard Disk (kanan)
vi. Bird Navigator
Bird atau cable leveller merupakan peralatan in sea yang berfungsi untuk mengatur kedalaman streamer (akan dijelaskan kemudian). Bird ini dikendalikan oleh sebuah aplikasi pada workstation, komunikasinya menggunakan modem melalui streamer dan ditransfer ke perangkat bird melalui komunikasi induksi dari coil. Workstation ini menggunakan sistem operasi windows XP, sedangkan aplikasi yang digunakan adalah Navigator Geospace. Melalui aplikasi ini dapat dilakukan pengontrolan kedalaman streamer atau bird di laut dengan memberi nilai kedalaman dalam satuan meter, juga dapat diketahui mengenai status bird battery, status bird wings, bird heading, status komunikasi dll. Berikut ini gambar tampilan aplikasi navigator.
Gambar 20. Tampilan aplikasi geospace bird navigator
3. Pengolahan Data Onboard
Data yang didapatkan dari survei seismik diproses onboard dan menghasilkan data velocity, data perubahan dari profil untuk intrepretasi data seismik. Alat yang dibutuhkan dalam processing intrepretasi data yaitu computer quad core linux workstations dengan software ProMAX™ 2D.
Terdapat 2 metode processing data seismik. metode pertama yaitu near trace data processing, metode ini sangat berguna untuk kontrol kualitas dari data yang dihasilkan secara tepat.
Gambar 21. Near Trace data processing work flow
Metode kedua yaitu metode data processing yang lebih mendetail dengan menggunakan standard langkah-langkah data processing. Analisis velocity dan Kirchoff migration merupakan metode pengolahan data yang diterapkan untuk mendapatkan hasil kalkulasi ketebalan sedimen yang akurat.
Gambar 22. On-borad data processing work flow
Hasil Survei Seismik
Dapat dilihat pada gambar 23, merupakan hasil rekaman shooting, yang kemudian dilakukan proses near trace profile sehingga dapat dihasilkan data profil lapisan sedimen.
Gambar 23. Data rekaman shooting dan lokasi lintasan suvei
Setelah didapatkan data hasil perekaman shooting line,maka dilakukan velocity analisis (gambar 24)
Gambar 24. Software ProMAX™ GUI untuk melakukan proses Velocity analisis
Data akhir yang dihasilkan nantinya berupa hasil intrepretasi ketebalan sedimen
Gambar 25. Near trace profile pada line GH
Kesimpulan
Survei Landas Kontinen Indonesia di perairan Barat Propinsi NAD telah dilaksanakan dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya II pada tanggal 20 Januari sampai 18 Februari 2010. Berdasarkan data hasil survei dan analisanya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
- Dari hasil survei terdapat perubahan rencana klaim dari data survei seismik tahun 2006 dengan data terbaru survei seismik tahun 2010
Daftar Pustaka
IHO,(2002), IHO standards, for Hydrographic Surveys 4th Edition, Special Publication No 44.
BAKOSURTANAL, (2004), NPPSS Survei Hidrografi.
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan-Bakosurtanal, (2006), Laporan Survei Landas Kontinen Indonesia di sebelah barat perairan Aceh.
UNCLOS 1982, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut, Departemen Luar Negeri, Direktorat Perjanjian Internasional, Jakarta 24 November 1983.